Kadang aku membayangkan betapa menyenangkan jika aku bisa pergi ke dimensi kehidupan lain, dimana tidak ada perbedaan waktu antara masa lalu, saat ini dan masa yang akan datang. Ditempat mana aku bisa menjadi diriku sendiri, terlepas dari segala atribut yang kadang terasa mengekangku, membatasiku, mengikat langkahku, bahkan kadang membekap pikiran-pikiran dan keinginanku untuk berkata-kata. Di dimensi mana aku bisa membiarkan pikiranku yang bebas melayang, mencari ruang dimanapun aku ingin tinggal dan menetap. Hinggap di seraut wajah yang padanya aku ingin membiarkan seluruh pikiran dan perasaanku.
Pada seraut wajah itu aku ingin melepaskan segala yang mengungkung keinginanku. Pada seraut wajah itu aku ingin mengingkari keberadaan waktu. Pada seraut wajah itu aku ingin merasakan dimensi yang hanya aku dan dia yang bisa menikmati. Tidak dalam bayangan atau khayalan, tapi tidak juga dalam kenyataan. Namun aku bisa lepas dari perasaan tertekan, kalau tidak boleh kukatakan rasa kepedihan.
Yang aku tahu hanya aku memiliki jiwanya, dan dia menerima kedatangan jiwaku, sementara dia suka cita melepaskan jiwanya larut dalam dekap kerinduanku. Aku memasuki kehidupannya, dan dia merasuk dalam kehidupanku. Menjadikan aku dan dia sebagai.. kami. Dan pada dimensi ini kami hidup, membuncah, menyemai, berbuih, menggelegak, jatuh bangun, tertawa dan menangis, saling berbagi, bergelora.. dan terus berjalan menapaki ujung yang sama, kebersamaan.
Tidak, tidak.. Aku tidak sedang menyesali keadaan. Aku bukan sedang tidak mensyukuri apa yang telah aku genggam. Apapun yang ada dalam genggamanku saat ini, baik itu buih yang lembut namun fana, atau duri yang menyakiti namun nyata, akan kugenggam dengan sepenuh kesadaran dan kujaga sebaik-baiknya. Aku nyata, senyata kaki yang berpijak teguh pada bumi yang diam menerimaku. Sadarku penuh seperti air yang kutuangkan ke dalam bejana dan tumpah ruah. Tak ada ruang kosong sedikitpun dalam pikiranku saat ini.
Aku hanya membiarkan sebaris keinginanku, secuil bagian dari diriku, melepaskan apa yang memang seharusnya kulepaskan. Mengembangkan pikiranku yang tak pernah berhenti mengepakkan sayap. Menuangkan sebagian dari rinduku yang meruah. Lebur pada sebuah wajah. Wajah yang hanya bisa kupeluk dalam dimensi kehidupanku yang entah apa namanya, dimana adanya.
Setidaknya inilah bentuk kejujuranku, meski dengan cara yang berbeda.
2 comments:
ke lembang?!! ngapain..itu khan kota aku! buang sampah sembarangan ga disana? hehehhe..
cerita dong, posting ttg lembang di blogmu
maca ciihhhh...
Post a Comment