Feb 1, 2006

Antara Debur Ombak, Karang Kokoh dan Sepi Gunung...

Karang Hau, Pelabuhan Ratu, Jawa Barat


Tentang Debur Ombak...

Sesungguhnya di deburan ombak yang tak henti menghempas di kokoh karang di tempat mana kupijak saat ini, ada begitu banyak hikmah yang dapat kupetik. Bahwa ombak berdebur setiap saat, tak mengenal kata henti, adalah cerminan dari gerak roda kehidupan yang selalu dinamis dan tak mengenal kata berhenti. Tak sedetikpun. Setiap saat ombak berdebur mengempas, setiap itu pula mengingatkanku akan cepatnya kehidupan bergerak. Tak ada yang tetap kecuali perubahan, begitu kata beberapa orang bijak. Hampir setengah jam aku belajar dari geliat ombak yang seperti tak kenal lelah.

Satu datang, memecah di karang, terhempas dan lebur menjadi buih, namun sesaat kemudian datang lagi menyusul ombak yang lain. Runtun melahirkan deburan yang gemuruh dan semarak. Memang kadang berupa riak yang tak sedikitpun membuatku goyah, namun kala lain datang menerjang gulungan ombak yang lebih besar, dan membuatku surut kebelakang, atau terbawa hempasannya. Bergulung bersama pasir. Dan aku seakan melihat gambar kehidupan yang tak pernah lepas dari masalah demi masalah yang datang tak pernah berhenti. Membuatku lelah. Namun, seperti halnya ombak yang tak berhenti menghempas, seperti itu pula lah kehidupan yang harus kujalani. Dan aku memang tak boleh menyerah, meski aku kadang didera lelah.


Tentang Karang Kokoh

Karang yang kupijak, ditempat mana kucoba menantang debur ombak di pantai Karang Hau, Pelabuhan Ratu, ini seperti memberikan pelajaran bagaimana seharusnya menjadi manusia. Meski begitu deras ombak menerjang dan menerpa, tak sedikitpun karang ini luruh terhempas. Tak sekali pun karang ini mundur ke belakang. Ia tetap kokoh, ia tetap menantang. Karang yang garang. Sebesar apapun gelombang yang datang, ditentangnya dengan teguh hingga ombak itu terhempas, pecah dan lebur menjadi buih-buih.

Karang ini mengajariku bahwa sederas dan sebesar apapun masalah yang datang menghampiri, tidak setapakpun aku harus undur apalagi melarikan diri. Tak setapakpun. Sebesar apapun masalah yang datang, ia tetaplah sebagai sekumpulan masalah2 kecil yang ketika kuurai akan berubah menjadi pernak-pernik yang bisa kususun satu per satu. Bisa kutata dan kuselesaikan satu demi satu. Tinggal bagaimana aku menyusun keberanian untuk membuat masalah besar menjadi pecah dan tinggal buih.

Bahwa hidup adalah sebuah gerak! Dan kehidupan akan selalu sejalan dengan dengan lahirnya masalah demi masalah, berdampingan. Tak ada yang perlu ditakutkan. Dan tak perlu aku mundur setapak demi setapak, apalagi pergi melarikan diri.


Tentang Sepi Gunung...

Jika karang dan ombak menghadirkan riuh rendah dan gejolak, maka ketika aku mendaki gunung, segalanya berubah menjadi nyanyi kedamaian dan sepi. Tak ada deburan yang runtun menerpa gendang telinga. Tak ada gejolak yang melekati pandangan mata. Kecuali sepi, sunyi, hening, damai dan asri.

Dari ketinggian tempatku berdiri, hanya ada kekaguman yang mengalir tak terhenti. Menyadarkanku bahwa ada sisi lain dari kehidupan yang kukira melulu gerak cepat yang menyesakkan. Bahwa hidup kadang harus disikapi dengan kejernihan, seperti jernihnya air yang mengalir dari mata air yang kutemukan di tempat ini. Dari ketinggian dan kesunyian ini, maka segalanya tampak begitu asri.

Laut di kejauhan hanya menawarkan nuansa biru yang menyejukkan. Petak-petak sawah, jauh menghampar di sepanjang lembah, seperti petak-petak yang dulu seringkali kususun dari batang-batang korek api. Mobil yang biasanya bergerak cepat, tak ubahnya mainan anak-anak yang terlihat merayap begitu lambat. Waktu seakan berhenti dari tempat yang tinggi ini.

Namun, tak ada yang bisa kita capai dengan mudah dalam hidup ini. Untuk menikmati semua itu, aku harus bersusah payah mengatur nafas dan tenaga, menjaga keseimbangan badan dan jejak langkah agar tak tergelincir, mengatur langkah agar tak terantuk cadas atau kerikil. Setiap deru nafas yang kukeluarkan, seperti mengajarkanku agar aku selalu gigih meraih puncak yang kuinginkan. Puncak yang tinggi tersebut, tak 'kan pernah dapat kujangkau, tanpa keuletan dan keinginan yang kuat. Karena bisa saja aku berpikir, "Ah, buat apa susah2.. Toh, setelah ini akan turun lagi. Buat apa bercapai lelah, kalau akhirnya aku harus turun lagi." Tapi pada akhirnya keinginan dan tekad kuatlah yang membawaku ke puncak teratas seperti yang kurencanakan.

Dan itulah hikmah yang kupetik hari ini.

Ternyata begitu banyak yang dapat kupelajari dari alam yang kukira diam.



Pelabuhan Ratu, 28-29 Januari 2006

4 comments:

dahlia said...

hidup....memang harus punya pegangan
klo kita hanya menyesali saja, ngak akan maju
klo kita menantang, kita mati kutu

jadi hidup itu dinikmati, kemana perginya, ikuti, tapi tetap selalu berpegang pada dasar yang pas

AGAMA


halaaaaa

Ramz said...

iya betul, bunda :)

tapi harusnya menantang, 'kan bunda?

Anonymous said...

Ramz,

nahhhh, gw udah tau deh si D ini siapa :) :) :)

yg jelas bukan GunaDi....iya kan ?

Ramz said...

yang pasti lo pilih aja.. Dini, Dian, Dona, Delia, Drajat atau Dino.. hahahaha