Dec 5, 2012

Cinta itu Galau


Cinta itu kadang seperti obat, namun kadang justru berubah menjadi seperti penyakit. Ketika cinta melanda seseorang yang mengalami kejenuhan, cinta seperti obat yang membuat seseorang menjadi bergairah, semangat dan selalu penuh keceriaan dalam menjalani hidupnya.

Namun ketika cinta melanda orang-orang yang salah, atau ketika orang-orang yang mengalami cinta menyadari bahwa cintanya adalah salah, cinta kontan menjadi seperti penyakit. Penyakit lesu darah, kehilangan gairah, penyakit yang membuat seseorang seperti selalu melankoli. Membuat seseorang seperti selalu tak bertenaga. Lesu, layu, kuyu. Karena pergulatan antara membiarkan cinta itu tumbuh, atau memaksakan cinta mati dan harus menanggung rindu.

Cinta kadang mengaburkan logika seseorang. Logika antara kebenaran dan keinginan. Logikanya mungkin mengatakan sesuatu yang benar, bahwa Cinta yang dia miliki, Cinta yang dia tambatkan pada pelabuhan hati seseorang, sebenarnya bukan Cinta yang seharusnya dia biarkan ada. Logikanya mungkin mengatakan yang sebenarnya bahwa Cinta yang dia genggam saat ini adalah Cinta yang berapi yang bisa membakar dirinya, dan mungkin orang yang kepada siapa dia Cintai. Cinta yang seharusnya dia tenggelamkan ke dasar danau dingin dan gelap yang bernama perpisahan. Tapi keinginannya mengalahkan logika. Keinginannya merasakan Cinta yang seperti itu, memaksa logikanya sejenak terpinggirkan. Maka Cinta yang seperti itu terus dia genggam. Tak peduli apakah suatu saat nanti dia akan tenggelam karena Cintanya, atau terbakar. Dirinya dan orang yang kepada siapa Cinta itu dia labuhkan.

Tapi Cinta itu memang sulit dikalahkan, sebesar apa pun kesadaran yang dia miliki. Atau yah, ketika kesadaran dan logika itu menang, maka dia harus siap menguburkan Cinta yang terlanjur tumbuh. Dia harus rela mematikan Cintanya yang terlanjur berapi. Dan dia, mungkin, harus siap menghadapi kenyataan bahwa Cinta itu pada akhirnya menjadi penyakit yang melanda dirinya, ketika dia harus menerima kenyataan bahwa Cinta itu memang tak akan pernah bisa dia pertahankan. Bahwa Cinta yang dia lahirkan, pada akhirnya menjadi penyakit bagi dirinya. Penyakit rindu yang membuatnya harus menjalani hari-hari dalam KEGALAUAN.


Salam,
erefem

Persimpangan - Intersection


Hidup ini seperti sebuah perjalanan. Seperti berjalan menuju sesuatu yang kita tidak tahu kemana arahnya. Kadang hidup menjadi sebuah perjalanan yang menyenangkan ketika kita menjelajahi satu tempat yang telah kita kenali sebelumnya. Sebuah tempat yang kita tahu persis lika-likunya. Setiap jalan yang kita lalui, kita tahu persis kemana arahnya. Tak ada kekhawatiran akan tersesat. Bahkan kita tahu mana jalan terbaik yang harus kita ambil. Entah itu jalan yang panjang, ramai dan selalu macet, atau jalan-jalan pintas yang bisa membawa kita ke arah yang dituju dengan lebih cepat.

Namun terkadang kita harus menjalani perjalanan panjang dan berliku, di suatu tempat yang sangat asing dan belum pernah kita jelajahi sebelumnya. Setiap persimpangan yang kita temui, selalu menghadirkan kebimbangan, kemana kita harus menuju. Dan setiap persimpangan seperti menjerumuskan kita ke arah yang keliru. Sedang petunjuk jalan satu pun tidak ada. Kita seperti orang buta.

Tapi terkadang, kita sampai pada suatu persimpangan yang kita mungkin sudah tahu harus mengambil ke arah mana. Kita tahu arah ke kanan mungkin akan membawa kita kepada perjalanan yang sulit dan melelahkan. Ke kiri mungkin akan membawa kita kepada perjalanan yang mengasyikkan meski pun akan membawa kita jauh dari arah yang kita tuju, bahkan jauh berlawanan. Dan ke depan dan lurus adalah jalan yang akan membawa kita ke arah yang sebenarnya. Di sinilah kadang persimpangan membawa kita kepada kebimbangan. Kita tahu tidak boleh mengambil ke kiri, tapi keinginan yang begitu kuat untuk mencoba sesuatu yang baru akhirnya mengajak kita untuk berbelok. Dan kita terpaksa harus merasakan sesuatu yang baru, sesuatu yang mengasyikkan, meski kita tahu itu keliru. Sesuatu yang mungkin pada awalnya menghadirkan sesuatu yang menyenangkan buat kita, namun semakin jauh kita telusuri, semakin kita sadar bahwa kita telah membiarkan diri kita menuju arah yang salah. Dan sesuatu yang menyenangkan itu pada akhirnya akan menjadi penyesalan.

Maka, ketika kita menemui persimpangan yang membingungkan dan menjerumuskan kita pada arah yang salah, sejauh apa pun jalan salah yang telah kita lalui, sebaiknya lah kita berputar balik. Kembali ke arah yang telah kita kenali sebagai tujuan kita. Kembali ke arah yang lurus, ke depan.


Salam,
erefem