Feb 24, 2010

Mimpi Yang (mungkin) Kandas


Setiap orang pasti punya impian... Impian yang tinggi, indah dan muluk, atau mungkin impian yang sederhana, bahkan impian yang terlalu biasa-biasa saja. Atau mimpi yang seringkali berubah-ubah sesuai suasana hati atau keinginan/cita-cita tertentu.

Seseorang yang tidak memiliki sebuah motor, mungkin memiliki impian betapa nikmatnya jika suatu saat kelak bisa memiliki sepeda motor, sehingga dia tidak lagi harus capai-capai berjalan kaki... Setelah mimpi tercapai dan memiliki sepeda motor, dan menikmati panas-terik serta basah-hujan beberapa lamanya, suatu saat mungkin ia akan bermimpi lagi betapa nyamannya memiliki sebuah mobil agar tidak berpanas-panas dan berhujan-hujan ria... Setelah mimpi menjadi nyata dan ternyata memiliki mobil membuatnya harus merasakan kemacetan lalu lintas kota, mungkin ia akan mulai bermimpi lagi agar suatu saat memiliki seorang supir.

Ya, bermimpilah terus.., karena mimpi memang tidak di larang. Dan mimpi itu lah yang akan membawa kita melangkah untuk mewujudkan apa yang menjadi impian kita.

Sepanjang apa pun mimpi seseorang, selama apa yang diimpikannya terwujud, pastilah ia termasuk orang yang beruntung... Namun, seperti yang saya katakan bahwa mimpi seseorang bisa berubah-ubah, maka ketika sesuatu yang diimpikan tidak terwujud, segeralah merubah impian dan menjadikannya sesuatu yang mungkin untuk dijangkau atau diwujudkan.

Seperti orang lain, saya pun memiliki mimpi. Mimpi yang berawal ketika saya menjejakkan kaki di bumi Kalimantan ini untuk pertama kali, 3 Agustus 2008 lalu... Mimpi yang terangkai sejak keberangkatan dari Jakarta, ketika membaca lembar-lembar kertas kerja dan rencana perusahaan untuk mengembangkan usaha sampai ke bumi Kalimantan... Di tempat mana beragam mimpi terbentang. So, sebagai bagian dari mimpi Perusahaan, ketika pertama kali menapaki tanah di tempat mana saat ini saya menuliskan postingan ini, saya pun memiliki sebongkah mimpi. Tentang menghabiskan tenaga dan pikiran saya di perusahaan tempat saya bekerja saat ini, dan hidup tenang bersama keluarga, Istri tercinta dan anak-anak yang menjadi belahan jiwa.

Mimpi yang terus membuncah seumpama buih busa dari air deterjen yang dikocok-kocok. Membuncah hingga luber dari wadahnya. Melihat tebaran sawit yang menghampar hijau sepanjang mata memandang, semerta menghadirkan mimpi lain yang ingin saya raih. Dan bentangan mimpi lain yang berujung pada keinginan menjadi orang yang sukses di tanah ini. Mimpi tentang perusahaan yang menyediakan fasilitas rumah bagi setiap karyawannya, agar bisa membawa serta keluarga. Mimpi manis yang harus dirangkai secara bertahap dan dalam waktu yang tentu saja tidak sekejap. Mimpi untuk orang-orang yang sabar, teguh dan ulet.

Namun barangkali saya bukan termasuk sang pemimpi yang sabar, teguh dan ulet tersebut. Atau barangkali saya harus tiba-tiba berubah prioritas. Melihat kenyataan betapa saya tak bisa jauh dari keluarga, membayangkan anak-anak saya tumbuh selama 1,5 tahun belakangan ini tanpa kehadiran seorang Ayah, membayangkan istri yang harus berjuang sendiri mendidik dan membimbing anak-anak tanpa kehadiran saya, Suami, dan membayangkan berapa lama lagi waktu yang harus dilalui seperti ini, tiba-tiba saja mengoyak mimpi-mimpi yang selama ini saya pertahankan.

Tiba-tiba saya sadar, saya harus segera terjaga. Melupakan mimpi ini dan segera melihat kenyataan yang ada... Anak-anak itu, mereka membutuhkan kehadiran saya lebih ketimbang menginginkan apa yang selama ini saya berikan, mengkompensasi ketidak-hadiran saya dengan pemberian materi lebih dari cukup. Wanita lembut dan mungil itu, ia lebih membutuhkan kehadiran saya ketimbang yang lain, melewati setiap waktu yang ada bersama saya ketimbang dengan kekosongan... Dan saya, ternyata saya tak membutuhkan apa-apa selain berada di tengah-tengah mereka. Kembali menjalani kehidupan seperti dulu, bersama mereka. Bukan kehidupan seperti saat ini, sesuatu yang belum pernah ada dalam impian saya dan istri, tinggal berjauhan untuk jangka waktu tertentu dan hanya ketemu 2 minggu setelah 2-3 bulan berpisah. This was never became our dream, ever!

Mimpi yang lain seperti tak berarti dengan kekosongan yang saya harus hadapi selama ini!

Yeah, barangkali ada orang yang memang ditakdirkan bisa meraih mimpinya dengan cepat. Sedangkan sebagian lain ada yang terpaksa harus melupakan mimpinya, atau setidaknya menyadari bahwa mimpinya (mungkin) kandas. Untuk secepatnya memikirkan mimpi yang lain, dan mencapainya semampu yang ia bisa.

Seperti saya sekarang... Saatnya saya harus terjaga...


___
Feb, 2010

Feb 18, 2010

Valentine's Day - Hari Kasih Sayang???

Dear Sayangku,

Maaf kalau beberapa hari kemarin, tanggal 14 Februari, yang kata orang-orang adalah Valentine's Day atau Hari Kasih Sayang, aku tidak mengirimkan kartu atau pun sebaris sms berisi ucapan Happy Valentine. Maaf kalau aku sama sekali tidak membahas sedikit pun tentang hari itu dengan sesuatu yang bernuansa Valentine's Day. Bukan karena aku sibuk, atau bukan karena bagiku hari itu tidak menjadi istimewa lagi, bagi kita, setelah kita mengarungi 15 tahun masa pernikahan kita.

Kalau kamu berpikiran bahwa aku telah melupakan kamu dengan tak mengucapkan sepatah kata pun tentang kasih sayang di hari itu... tak membisikkan 'happy Valentine, sayank' di telingamu seperti biasanya.. itu bukan karena semua itu tak berarti lagi buat kita. Tidak!

Tak sedikitpun waktu mempengaruhi apa yang telah kita jalani, dengan caraku mencintaimu. Tak sedikitpun 15 tahun bersamamu mengurangi makna hari-hari, detik demi detik, dengan kamu berada dalam setiak detik yang kujalani. Tak ada yang berubah!

Tiga anak yang telah kau berikan, dan kau perjuangkan untuk membesarkan mereka, menjadikan mereka seperti apa yang saat ini kita nikmati... merasakan kebanggaan setiap kali kita menatap mereka, yang harus kau capai dengan mengorbankan helai demi helai rambutmu yang dulu hitam, menjadi abu-abu... melupakan padat dan sexynya tubuhmu demi menjaga dan merawat tubuh mereka agar semakin kokoh, tegap, gempal seperti anak2 sehat lain pada umumnya, bahkan sering membuat orang tua lain iri melihat betapa lucunya, cantik dan tampannya anak2 kita... itu semua tak mengurangi kecantikan dan kemolekanmu di mataku yang membuat apa yang kurasakan ketika dulu menatapmu saat pandangan pertama, tatap syukur di malam ijab kabul, dan tatapan tak sabar di malam pertama... tak berubah sedikitpun dengan apa yang kurasakan sekarang... ketika menatapmu di saat apapun.

Bagaimana mungkin aku bisa menunda rasa kasih sayang yang kumiliki setiap hari dengan merayakannya sekali saja dalam setahun di hari yang kata orang-orang adalah hari untuk merayakan Kasih Sayang, kasih sayang terhadap orang yang memang seharusnya kita sayangi... setiap hari, setiap detik.

Bagaimana mungkin aku mengistimewakan hari itu, tanggal 14 Februari itu, sebagai hari dimana kita bisa merasakan kasih sayang, rasa cinta, di antara kita lebih meluap di banding hari-hari lain, sedangkan setiap hari yang kulalui bersamamu selalu saja menghadirkan rasa kasih yang baru, selalu saja meluapkan cinta yang menggebu..

Bagaimana mungkin aku menganggap hari itu, tanggal 14 Februari itu, khusus hari itu... adalah hari yang istimewa buat kita untuk kita rayakan bersama, sedang setiap hari yang kita jalani, setiap detik yang kita lalui... adalah moment yang selalu istimewa buat kita.

Maka ketika aku tak membisikkan kata-kata cinta itu di hari yang kata orang special itu, lantas tidak berarti kau tak istimewa lagi buatku. Tidak... Karena aku akan mengatakan apa yang kurasakan ketika kau tak ada disisiku sedangkan rindu itu datang... aku akan mengatakan rasa sayangku kepadamu ketika rasa itu menghinggapi... kapanpun kumau, setiap saat yang kita miliki.

Cinta,
Adalah cahaya yang menyentuh mata kita detik demi detik..
Adalah aurora yang melingkupi waktu yang kita jalani, tahun demi tahun
Adalah nafas yang kita hembuskan hari demi hari

Tak perlu satu hari kita istimewakan untuk menyatakan rasa yang kita miliki, karena setiap saat akan kukatakan padamu, betapa aku sayang kamu. Kapan pun rasa itu menguasai inderaku...