Jul 18, 2010

Bicara Tentang Ruh


Ketika sholat ashar tadi, tiba-tiba saya berpikir tentang ruh. Ruh??? Ya, tentang Ruh saya. Hahaha,,, Sebenarnya, ini hanya pemikiran orang bodoh yang tengah berusaha mengenali dirinya. Seorang bodoh yang tengah berusaha memahami siapa dirinya. Entah pikiran bodoh dari mana, yang membuat saya memikirkan hal-hal yang akhirnya menurut saya terlalu berat untuk seseorang sebodoh saya.

Pikiran itu bermula dari kesadaran tentang dari siapa dan mana Ruh itu berasal. Barangkali saya salah, tapi dari yang saya tahu sedikit, bahwa Allah SWT yang meniupkan ruh ke dalam jasad manusia yang diciptakan, ketika manusia itu masih di dalam rahim ibunya. Lalu pemikiran bodoh saya terus bertualang, tentunya setelah saya sholat, dan berlanjut ketika saya mengetikkan journal ini.

Sudah kita pahami bahwa yang menghidupi dan membuat tubuh kita hidup adalah Ruh, dalam bahasa sederhananya. Barangkali dalam bahasa kedokteran, tubuh menjadi hidup ketika sarana dan prasarana kehidupan tersedia di dalam tubuh kita. Oksigen yang kita hirup, darah yang mengandung oksigen yang mengalir ke seluruh bagian tubuh kita, paru-paru yang menangkap oksigen dan mengendapkannya ke dalam darah, dan jantung yang bertugas memompakan darah ke seluruh tubuh. Dan fungsi otak yang mengatur keselarasan setiap bagian anggota tubuh kita. Subhanallah, seperti itulah kerja manusia yang hidup.

Di luar kinerja teknisnya, manusia memiliki otak yang menampung begitu banyak informasi yang membedakan manusia satu dengan yang lainnya. Otak yang membedakan mana manusia pintar dan mana manusia bodoh. Otak yang membedakan jalan hidup manusia. Semoga Allah SWT juga memberikan saya kualitas otak yang baik.

Di luar kinerja motorik, manusia juga memiliki hati. Hati yang membedakan sikap seseorang satu dengan lainnya. Hati yang menyebabkan sebagian manusia memiliki banyak kebaikan dalam hidupnya, dan sebagian lainnya lagi memiliki banyak sisi buruk yang dia jalani sepanjang hidup.

Lalu pertanyaan bodoh itu menyentak kembali... Di tengah kinerja tubuh manusia yang luar biasa seperti itu, di manakah ruh? Jika Ruh itu memang ditiupkan ke dalam tubuh kita, dimana gerangan dia bersemayam? Andai kesadaran yang saya miliki saat ini, andai saya saat ini bisa mengenali Ruh yang bersemayam dalam tubuh saya dan kami bisa berkomunikasi secara batin, alangkah senangnya. Atau, barangkali Ruh inilah yang tengah berbicara dan membuat saya mampu mengetikkan apa yang saya pikirkan saat ini dan Ruh ini pulalah yang membuat saya memikirkan hal-hal seperti ini.

Saya pernah melihat kematian, secara langsung. Seseorang ketika mati, berawal dari kehilangan kesadaran perlahan-lahan. Mulai dari kinerja motorik yang satu per satu kehilangan fungsi. Dan yang paling kentara adalah nafas yang semakin berat, satu demi satu. Hingga akhirnya nafas terakhir dari seseorang yang mengalami kematian, untuk kemudian menyisakan diam, bisu dan kebekuan. Apakah itu saat ketika Ruh seseorang meninggalkan tubuh yang dia diami?

Begitu banyak pertanyaan tentang Ruh saya sendiri, yang begitu ingin saya kenali. Bagaimana nanti, ketima Ruh ini suatu saat meninggalkan tubuh yang saya gunakan ini? Akankah pikiran dan kesadaran saya saat ini akan ikut bersama Ruh yang pergi? Akankah saya (atau Ruh saya) akan membawa seluruh kenangan yang saya miliki, pergi bersama Ruh saya?

Entah kenapa saya tersenyum saat ini, menyadari begitu banyak pertanyaan terajukan namun tak ada satupun jawaban saya temui. Barangkali memang karena kebodohan dan keterbatasan kemampuan saya untuk mengenali diri sendiri.

Dan saya semakin tersenyum ketika mengingat kembali mimpi-mimpi yang saya alami di waktu tidur, lalu saya berpikir bahwa mimpi itu adalah perjalanan Ruh saya ketika kesadaran saya menghilang, namun terekam dalam ingatan bawah sadar. Karena saya seperti melihat 'Saya' yang lain.

Dalam doa yang saya panjatkan di akhir sholat, saya mengucapkan sebaris pengharapan. Semoga kiranya Allah memberikan saya 'jatah' Ruh yang berkualitas baik dan memiliki kecenderungan untuk mempengaruhi hati dan pikiran saya agar senantiasa menjalani hidup ini dengan berbagai perbuatan baik.

Ah, bodohnya saya ini,, berpikir berat seperti ini.. Hahaha

Jul 9, 2010

perlahan dan sirna



perlahan aku semakin kehilangan segalanya. pekerjaan yang semakin tak jelas buat kutekuni. fungsiku yang semakin kehilangan arti. teman-teman yang semakin sulit kuingat-ingat satu persatu dan bisa kuyakini sebagai temanku. kesetiaan yang semakin jauh dari sosokku, sebagaimana aku yang dulu bertahun-tahun lalu. dan, terutama kebahagiaan.

sungguh aku tak tahu dari mana aku harus memulai lagi untuk mencari kebahagiaanku. dari mana,,, atau bahkan aku hampir kehilangan kemampuan untuk mendeskripsikan apa arti kebahagiaan. lupa mengenali apa kebahagiaan itu sesungguhnya. ketenangan kah? atau ketentraman kah? atau,,, ya, apa??? kepuasan batin?

atau mungkin yang lebih parah, aku kehilangan kebahagiaan,,, dan juga harapan-harapan. harapan yang seharusnya kumiliki untuk kuraih di kemudian hari, sepertinya semakin kabur. berganti dengan ketakutan akan hari depan yang harus aku jalani. aaahhhhhh, entah kenapa jari-jari sialan ini sibuk mengetikkan semua yang akhirnya terpampang ini. bahkan aku pun tak memiliki keinginan untuk membatalkan dan menghapus apa yang kutulis ini. sesuatu yang seharusnya tak kulakukan.

perlahan aku semakin dipenuhi dengan ketidakpastian, kalau bukan harus kukatakan ketakutan. perlahan aku seperti merasakan semua yang dulu membuatku menjadi lengkap sebagai insan manusia, kini seperti mulai sirna.

satu demi satu,,,

perlahan aku seperti merasakan jiwaku yang kian membatu.



Juli 2010

Tiba-tiba Rindu Aku


tiba-tiba rindu aku

rindu mataku dulu kerap sembab
ketika aku tenggelam dalam sujud dalam doa
ketika tubuhku terguncang mengingat dosa
di lafal Quran seraya terisak tanpa sebab

tiba-tiba rindu aku

kemana gerangan jiwa yg dulu sering tuma'ninah
di tiap gerak ruku dan sujud dan i'tidal?
yang bergetar ketika azan berkumandang
dan betah merangkai dzikir sambil tenang tetirah

tiba-tiba rindu aku

karena aku kini tak lagi mampu menangis,
bahkan ketika jiwa berselimut najis
tak peduli meski detak iman kian halus menipis

seperti tak ada rasa takut meski aku kehilangan waktu
dalam ujub dan jumawa, hilang yang dulu tawadhu
makin aku tenggelam dalam sibuk yang tak berujung
gila memuja nafsu kebendaan kian menggunung

tiba-tiba rindu aku

Yaa, Rabb...
panggil aku
lagi, lagi, lagi
setiap hari, lima kali di awal waktu di jiwa yang suci
kembali ke kenikmatan di setiap nafas yang terhela
larut di kekhusyukan pelukMu ya Azza Wa Jalla
di dudukku,
di sujudku,
di rebahku; dan
di kelak matiku
seraya melafal kebesaran DzatMu,
Wahai... Dzat yang Maha Menyejukanku

Yaa, Rabb...

panggil aku
kembali bersama mereka yang khusnul khotimah
dan leburkan aku
kembali sebagaimana manusia yang fitrah
di lembar-lembar taubat nasuha
sebelum ajal mengajakku jalan bersama


(Juli 2010)