Sep 1, 2010

Tetangga


Beberapa waktu lalu, saya mendapatkan pelajaran yg sangat berharga tentang arti bertetangga. Di belakang rumah kebetulan ada kontrakan 6 pintu yg kesemuanya telah berisi. Salah satu penghuni rumah kontrakan tersebut, sebut saja namanya Mama Desi, tengah hamil tua. Suaminya kerja serabutan, sehingga secara ekonomi keluarga tersebut sangat susah. Karena kesulitan ekonomi tersebut, Mama Desi yang seharusnya rajin memeriksakan kehamilannya yang tua itu, tidak memeriksa kandungannya sama sekali. Hingga dia tidak tau, atau mungkin memang tidak mampu, kapan harus mempersiapkan proses persalinannya.

Beberapa malam yang lalu, sekitar jam 2 dini hari tepatnya, tiba-tiba saja Mama Desi (karena anak pertamanya Desi, biasanya orang-orang memanggilnya seperti itu, mamanya Desi.. atau biasa dipendekkan menjadi Mama Desi) merasa waktunya melahirkan telah tiba. Namun, entah kenapa, suaminya tidak berupaya sedikitpun untuk mengantar istrinya ke Bidan atau rumah sakit bersalin, atau setidaknya memanggil bidan ke rumah. Entah bagaimana ceritanya, tak berapa lama kemudian sang suami menggedor-gedor tetangga sebelah rumahnya. Si tetangga tersebut, sebut saja Mama Wahyu, untungnya tengah mempersiapkan sahur. Kontan saja Mama Wahyu keluar dan menemui suaminya Mama Desi.

Tanpa penjelasan panjang lebar, Mama Wahyu bergegas menolong Mama Desi. Tanpa diketahui oleh siapapun, ternyata sementara sang suami membangunkan Mama Wahyu, Mama Desi yang saat itu tengah berada di kamar mandi, sudah mengalami proses persalinan. Setibanya Mama Wahyu di kamar mandi, dia terkejut setengah mati melihat kondisi Mama Desi. Wanita itu berdiri terbungkuk-bungkuk. Dan, dalam posisi berdiri tersebut, sang bayi ternyata telah lahir dan berada di lantai kamar mandi. Dara berceceran dimana-mana, tentu saja... Mama Wahyu, dengan berani dan teguh, berupaya sekuatnya menolong Ibu dan bayi yang baru saja mengalami proses antara hidup dan mati. Bayi mungil yang teronggok di lantai itu pun diangkat dan digendong Mama Wahyu. Selanjutnya ia membantu Mama Desi untuk proses persalinan selanjutnya, hingga plasenta atau ari-ari pun keluar dari rahimnya. Dan selama proses itu berlangsung, si Ibu yang tengah berjuang melahirkan itu melakukannya sambil berdiri.

Tetangga lainnya yang mendadak terbangun mendengar kehebohan dan suasana berisik di rumah Mama Desi, segera memanggil bidan terdekat. Sedang sang suami hanya mondar mandir kebingungan tidak tahu apa yang mesti dilakukan. Tak lama kemudian, bidan pun datang dibonceng sepeda motor dan langsung membantu proses persalinan tersebut. Memotong tali pusar, mengurus plasenta dan sang bayi merah. Alhamdulillah, perjuangan hidup dan mati itu pun berlangsung dengan baik. Si bayi lahir selamat, si Ibu yang melahirkan pun selamat. Tidak ada pendarahan atau kejadian lainnya.

Semalaman hingga pagi datang, seluruh tetangga Mama Desi, dan tetangga sekitar rumah, membantunya hingga beban orang itu teratasi. Termasuk biaya persalinan yang akhirnya ditanggung renteng karena sang suami tak memiliki apa pun untuk menyelesaikan biaya kelahiran si bayi.

Berkaca pada kejadian tersebut, benarlah sabda Nabi, bahwa sesungguhnya orang terdekat bagi kita, bukanlah saudara sekandung baik kakak atau pun adik, melainkan tetangga kita. Oleh karenanya kita harus memperlakukan tetangga dengan sebaik-baik kita memperlakukan orang lain. Tetangga adalah orang pertama yang kita mintakan bantuan dan pertolongan jika sewaktu-waktu terjadi pada kita dan keluarga, bukan adik, bukan orang tua yang tinggalnya mungkin berjauhan. Tetangga lah orang pertama yang membantu dan melakukan hal-hal yang kadang tidak terpikirkan oleh kita bahwa mereka akan melakukannya... dengan ikhlas dan sukarela, tanpa memikirkan pamrih apapun. Bahkan, kadang mereka pun rela mengeluarkan biaya untuk membantu tetangganya yang nota bene adalah... orang lain!

Saya terharu melihat keikhlasan dan sifat spontanitas mereka yang sebenarnya orang-orang yang juga (mungkin) secara ekonomi tidak memiliki kelebihan. Tapi mereka memiliki hati yang kaya yang karenanya mereka bisa membantu siapapun yang memang membutuhkan pertolongan.

Tiba-tiba saja saya jadi teringat tetangga besar kita yang, rasanya, bukannya membantu, malah seringkali melakukan hal-hal yang menurut hemat saya sangat memprovokasi. Tindakan yang, menurut saya, bukan saja menganggap kita rendah, tetapi bahkan sangat menghina harga diri kita... sebagai bangsa. Ya, tetangga yang saya maksud adalah si negara tetangga yang baru-baru ini, dan memang sudah seringkali, berbuat kurang ajar... sesuatu yang menurut saya, sudah seharusnya ditindak. Tapi, sayang seribu sayang, kita -sebagai tetangganya- terlalu berbaik hati (atau mungkin terlalu lembek) sehingga selalu saja mengambil sikap mengalah dan mengalah, merendah dan merendah.. Dengan lagi-lagi mengemukakan alasan, karena mereka adalah tetangga kita, sehingga kita harus menjaga hubungan 'pertetanggaan' ini agar selalu terjalin dengan baik dan harmonis.

Bah, tetangga yang kayak gini harusnya disikat.. kalau perlu -seperti kata Pemimpin kita terdahulu, .... DIGANYANG!!!