Oct 9, 2006

Membaca dan membaca...

Dear Bloggers,

 

Beberapa hari belakangan ini aku nggak lagi menulis something in my blog. Aku nggak tahu kenapa, tapi tiap kali aku berusaha menyusun kata-kata, setiap kali pula berakhir dengan nothing. Jadilah blogku mandeg persis seperti pikiranku yang mandeg. Padahal banyak hal ingin kuceritakan. Banyak hal yang ingin aku tuliskan. Banyak hal yang mengusik pikiranku, namun semuanya hilang begitu saja seiring waktu. Dan tiap kali menatap blogku, aku makin merasa mandeg. Blank.. blank.. blank..

 

Ada kehidupan yang ingin kuceritakan.

Ada kepedihan yang ingin kutuliskan.

Ada kegalauan yang ingin kulepaskan.

 

Tapi blogku mandeg, seperti otakku yang makin mandeg. Hmmm, jadi terpikir apa ini semua karena warnanya yang dominan hitam???????? Hitam sepertinya menyeretku dalam sesuatu kekosongan yang makin kuselami malah makin membuatku tenggelam? Dalam kekosongan.

 

Barangkali nuraniku pun mandeg. Nurani yang makin kehilangan surai-surai lembut yang dulu sering kusebut kepekaan. Dulu sesuatu mengusikku tiap kali kulihat sesuatu yang tidak biasa dalam hidup. Aku terusik manakala aku melihat kepedihan. Dulu aku marah. Dulu aku suka meradang. Dulu aku... Ah, nggak tahulah. Sekarang aku seperti memang kehilangan kepekaan. Seperti tak ada lagi surai-surai lembut itu karena terlalu seringnya aku bergesekan dengan kekerasan. Ya, aku makin berubah seumpama cadas.

 

Sampai akhirnya seorang teman meminjamkan sebuah buku. Untuk kubaca tentu. Ya, kata orang membaca bisa membuat pikiran dan jiwa kita kaya. Membaca itu menenangkan. Membaca itu ibarat ’softener’ yang mampu melembutkan kembali surat-surai kepekaan kita yang kusut dan kaku. Membaca membuat jiwa dan pikiran terbuka. Karena membaca sarat dengan keheningan. Dan keheningan adalah kunci yang mampu membuka simpul2 pikiran kita yang kusut.

 

Jadilah beberapa hari terakhir ini aku tenggelam dalam keasyikan membaca. Apa saja. Tentang Adolf Hitler dan pikiran2nya yang membuatku setidaknya makin kagum. Tentang Napoleon Bonaparte dan ambisinya menaklukan eropa. Tentang sejarah Perang Salib yang membuatku sedikit miris, bahwa ternyata kita sejak dari dulu memang selalu lekat dengan kematian, pembunuhan, penindasan, penaklukan, ambisi kekuasaan, keserakahan. Sense to survive yang terlalu berlebihan sehingga keinginan menaklukan manusia lain, bangsa lain, paham keyakinan lain, agama lain, akhirnya menjerumuskan manusia menjadi makluk yang seolah mati rasa... bahwa membunuh dan mengambil nyawa orang lain adalah sesuatu yang biasa. Sesuatu yang memang harus terjadi di dunia ini. Dan lumrah terjadi.

 

Ada keasyikan tersendiri membiarkan pikiran kita terbawa ke dalam alam pikiran orang lain melalui media kata-kata yang aku baca dan aku cerna. Aku berharap yang kulakukan ini bisa setidaknya benar-benar mengembalikan kepekaanku. Bisa kembali menghidupkan naluriku, nuraniku. Sesuatu yang sesungguhnya selalu kurindu. Ada kesyahduan dan kedamaian dijiwaku ketika mencoba memahami pikiran-pikiran Kahlil Gibran dibukunya Kelopak-kelopak Jiwa. Begitu menggugah.

 

Mengusikku dengan pikiran tentang cinta. Cinta.

 

Sesuatu yang agaknya sudah lama tak tersentuh oleh pikiranku.

 

 

Cinta adalah laksana cahaya yg memancar dari hati..

Seperti ombak yang bergelora

Seperti lagu yang mengalun

 

Selama cinta terpancar bergelora dan mengalun dari hatimu,

maka cinta akan tertanam di hatiku...

 

 

No comments: