Mar 20, 2006

Our Life..

Today's on It's Me...


Dear Brother...

kita memang seringkali menganggap bahwa hidup kita sudah sedemikian berat, bahkan teramat berat untuk kita tanggung, sehingga kita cenderung berpikir bahwa penyelesaian yang paling mudah untuk semua kesulitan kita adalah.. kematian!

kita seringkali beranggapan atau terbawa pada kalimat-kalimat puitis bahwa kematian adalah buih. bahwa kematian adalah suatu titik dimana tak ada lagi garis setelah kita menyelesaikan titik tersebut.

barangkali dalam pemahaman kita yang terbatas, kematian adalah keadaan dimana kita menjalani suatu keadaan yang serba berhenti. berhenti bernafas. berhenti menjalani kehidupan. berhenti menanggung penderitaan. berhenti menghadapi masalah.

mungkin saja pemahaman kita tidak salah, karena kita menganggapnya demikian. mungkin saja kita berpikir seperti itu karena yang kita lihat dari kematian adalah batu-batu nisan dan sebuah anggapan bahwa yang tertanam di tanah ditempat mana batu nisan itu berdiri hanyalah sesosok tubuh yang telah kaku atau bermetamorfosa menjadi abu. mungkin saja.

tapi pernahkah kita membayangkan apa yang tengah dijalani oleh jiwa yang raganya tertanam di tanah tersebut? pernahkah kita berpikir bahwa di dalam raga kita ada sesuatu yang bisa jadi tidak akan pernah berhenti menjalani hidup --atau sesuatu yang kita sebut kehidupan-- ini? pernahkah kita berpikir bahwa jiwa kita, sukma kita atau ruh kita, akan terus menjalani suatu masa yang amat panjang yang tidak akan pernah berakhir?

lalu pernahkah kita berpikir tentang konsekuensi apa yang akan dialami oleh jiwa atau sukma atau ruh kita ini nantinya, ketika kita memutuskan untuk berhenti menjalani hidup ini dan mengetuk pintu kematian?

bahwa hidup ini teramat sangat terlalu berharga untuk kita abaikan, itu adalah suatu keniscayaan. mungkin kita sulit bernafas, tapi bersyukurlah bahwa itu menandakan bahwa kita masih bernafas.. bahwa kita masih memiliki kehidupan untuk kita jalani. tinggal kita memutuskan saat ini, detik ini, apakah di detik berikutnya kita memilih untuk menyerah dan mengabaikan semua yang berharga yaitu hidup kita, untuk melangkah pada apa yang kita sebut kematian? ataukah kita memutuskan untuk di detik berikut kita akan menjalani hidup dengan sesuatu yang lebih berarti? hidup dengan nafas yang didalamnya penuh dengan rasa syukur atas semua yang telah Tuhan berikan pada kita? berterima kasih bahwa kita masih memiliki nafas, dan dengan nafas itu kita masih memiliki kesempatan untuk berubah menjadi sesuatu yang lebih baik?

bahwa hidup itu amat sangat terlalu berharga untuk kita abaikan. meskipun pun untuk sedetik saja, karena life is so beautiful... at least if we could share our life to anyone.

Cilandak, 20 Maret 2006

No comments: