Sudah dua hari ini saya menunggu dalam ketidak pastian. Menanti jawaban masyarakat Bean Heas atas undangan Perusahaan untuk mengadakan pertemuan dalam rangka sosialisasi pembebasan lahan.
Masalah pembebasan lahan ini memang semakin lama semakin membuat kepala saya berdenyut-denyut. Setiap satu hari yang terlewat seperti ada seutas nafas saya yang putus satu demi satu hingga akhirnya habis untaian utas nafas saya. Ya, setiap hari yang lewat seperti memberikan beban yang semakin berat, karena urusan pembebasan lahan ini belum memberikan perkembangan yang menggembirakan. Masyarakat masih apriori mendengarkan penjelasan dan sosialisasi yang saya lakukan. Jangankan bertemu untuk mengadakan pembasahan soal ganti rugi atau nilai kompensasi atas lahan mereka yang akan kami bebaskan, bahkan membicarakan program-program perusahaan pun merka sudah alergi. Tapi lucunya, mereka selalu mengatakan bahwa keberadaan Perusahaan kami sedikit banyak membantu sebagian anggota masyarakat desa Bean Heas terutama dalam hal perekonomian, karena adanya ikatan kerja langsung antara Perusahaan dengan banyak anggota masyarakat mereka.
Sebenarnya saya bisa memaklumi, karena proses pembebasan lahan ini seperti seakan-akan mereka tengah memberikan periuk nasinya kepada perusahaan tempat saya bekerja untuk kemudian kami musnahkan. Melepaskan hak pengelolaan lahan mereka kepada Perusahaan itu sama saja dengan mereka melepaskan satu-satunya modal yang mereka miliki kepada kami. Karena setelah pembebasan atau pelepasan lahan tersebut, Perusahaan tentunya akan membuka lahan mereka untuk segera kami lakukan kegiatan penambangan batu bara. Tentunya ada kekhawatiran dalam benak mereka jika lahan yang saat ini mereka garap, meskipun secara hukum positif mereka belum bisa mengklaim kepemilikan lahan tersebut, kemudian diberikan kepada perusahaan dengan sejumlah kompensasi tertentu. Lantas dimana mereka akan berladang nantinya? Bagaimana mereka akan makan sehari-hari nantinya karena selama ini mereka memenuhi kebutuhannya dengan jalan bertani dan berladang. Itupun dengan sistem perladangan berpindah-pindah.
Yang saya khawatirkan adalah adanya sekelompok orang-orang yang mengaku dirinya LSM, memprovokasi masyarakat disini sehingga mereka menjadi apriori terhadap kami. Atau setidaknya mereka jadi seenaknya saja menentukan nilai kompensasi yang melambung tinggi diatas nilai kewajaran. Dan melakukan negosiasi dengan masyarakat yang nota bene benaknya sudah dipenuhi dengan kecurigaan dan kemarahan tentu saja akan berjalan dengan alot dan penuh resiko. Resikonya adalah jangan sampai terjadi dead-lock. Tapi juga jangan sampai kesepakatan yang terjadi membebankan Perusahaan kami. Karena tak mungkin kami membebaskan lahan dengan biaya yang jauh melonjak di atas anggaran yang ditetapkan perusahaan.
Duuh, peningnya ngurusin masalah pembebasan lahan ini. Sayang saya nggak punya pengalaman untuk bagaimana mengatasi kendala seperti apa yang tengah saya hadapi sekarang. Karena toh sekarang bukan jamannya lagi mengadakan pendekatan represif. Sudah bukan jamannya lagi mengutamakan kekuatan fisik untuk memaksakan suatu kehendak.
Duh... pusinggg!!!!!
Duh... pusinggg!!!!!
No comments:
Post a Comment